Senin, 11 Mei 2009

Penaganan DTA Jatigede


PERLINDUNGAN DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) JATIGEDE
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kabupaten Sumedang merupakan wilayah yang dipengaruhi oleh kegiatan wilayah sekitarnya, salah satunya Kabupaten Garut, keadaan ini akan memberikan dampak terhadap wilayah Kabupaten Sumedang dalam hal pertumbuhan dan perkembangan wilayah.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu ekosistem yang terdiri atas dua subsistem yakni subsitem biofisik dan subsistem sosial ekonomi. Subsistem sumberdaya akan membentuk subsistem yang terdiri atas iklim, tanah, air, tumbuhan, dan satwa yang masing-masing saling berinteraksi. Sumberdaya manusia sebagai unsur pengelola membentuk subsistem sosial yang terdiri atas banyak komponen antara lain, populasi, teknologi, struktur sosial, dan ideologi yang masing-masing berinteraksi. Perilaku baik atau buruk manusia dalam mengelola sumberdaya alam akan memberikan citra bagi ekosistem DAS.
Salah satu tantangan dalam pengelolaan DAS adalah rusaknya sumberdaya alam dan menurunnya produktivitas lahan kering. Pada saat ini, bertambahnya tekanan penduduk dan meningkatnya pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali di berbagai kegiatan yang kurang proporsional telah menimbulkan sejumlah dampak negatif seperti degradasi tanah pada lahan usaha tani, timbulnya lahan kritis, tata air yang sering tidak terkendali, sehingga timbul banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Kondisi ini diperparah dengan kepemilikan lahan yang layak untuk dikelola sebagai areal pertanian hanya luasan antara 1.400 – 7.000 M², dimana normalnya kepemilikan lahan bila mengacu pada model pertanian yang diterapkan pada petani calon transmigrasi kepemilikan lahan ideal yaitu 2,5 Ha.
Dengan kepemilikan lahan yang sangat sempit tersebut maka akan berdampak pada terganggunya keseimbangan ekosistem, punahnya sumber plasma nutfah serta erosi tanah, sehingga dapat mengancam ketahanan lingkungan sosial ekonomi dan budaya masyarakat karena intensifikasi lahan secara maksimal, dengan mengabaikan kaidah-kaidah konservasi.
Pemanfaatan sumberdaya alam yang sesuai dengan kemampuannya, merupakan jaminan terhadap kelangsungan tingkat kesejahteraan manusia, karena terjaganya tingkat produktifitas lahan dan keseimbangan lingkungan pemanfaatan sumberdaya alam yang melebihi kemampuan dan daya dukung lahan akan mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Sub DAS Cimanuk Hulu merupakan salah satu Sub DAS dari DAS Cimanuk yang terletak dibagian hulu rencana Pembuatan Bangunan waduk Jatigede. Permasalahan yang ada saat ini adalah terjadinya laju erosi dan aliran permukaan yang tinggi, sebagai akibat adanya pemanfaatan lahan di lahan kering yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air serta melebihi kapasitas daya dukung lahannya. Akibat dari kejadian tersebut, menyebabkan frekuensi terjadinya banjir yang tidak terkendali di daerah hulu dan laju sedimentasi yang tinggi. Genangan di daerah tersebut, menyebabkan keadaan drainase di daerah tersebut menjadi buruk, kesehatan lingkungan jadi kurang baik, transfortasi terganggu, ketersediaan kebutuhan air untuk masyarakat berkurang dan kenyamanan penduduk setempat terganggu. Laju sendimentasi yang tinggi akan berakibat pada berkurangnya umur guna waduk yang telah dibangun dengan investasi dana sangat besar. Akibat lebih lanjut, akan mempengaruhi kehidupan masyarakat umum yang bergantung pada kegunaan waduk tersebut yang meliputi : tersedianya tenaga listrik untuk rumah tangga dan industri, perikanan, pengairan, pariwisata dan pengembangan pertanian.
Bagaimana kondisi sesungguhnya dari ekosistem Sub DAS Cimanuk Hulu khususnya yang masuk kedalam Catchment area Waduk Jatigede baik ditinjau dari aspek biofisik maupun sosial ekonomi dan budaya yang wilayahnya meliputi dua Kabupaten yakni Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut perlu diungkap lebih mendalam, sehingga existing condition dapat lebih jelas terformulasi dalam bentuk data dan informasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berdasarkan kepada hal tersebut di atas diperlukan keterpaduan programRehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah pada kawasan lahan kering dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat yang mencakup kegiatan penghijauan dan konservasi tanah dengan cara vegetative maupun sivil teknis serta ditunjang oleh berbagai jenis/unit usahatani masyarakat khususnya petani penggarap. Pemberdayaan tersebut meliputi penguasaan teknologi budidaya, agrobisnis, kelembagaan dan modal usaha.
Pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting mengingat keberhasilan RLKT tidak terlepas dari peran/partisipasi aktif masyarakat, dimana masyarakat sebagai pemegang andil (Stakeholders) pembangunan perlu diberi kesempatan langsung untuk berperan mendukung setiap kegiatan RLKT yang dilaksanakan. Pelibatan masyarakat dalam program RLKT tersebut juga bertujuan untuk memberdayakan potensi lokal yang dimiliki masyarakat, sehingga program RLKT yang dilaksanakan selain mampu menjaga kelestarian pemberdayaan lahan dan air juga memiliki dampak positif terhadap perkembangan perekonomian masyarakat.
Selain itu, bertitik tolak pada pendekatan bahwa pembangunan kawasan lahan di Kabupaten Sumedang haruslah mampu menyeimbangkan konsep pembangunan dan pengelolaan lingkungan secara terpadu, yaitu pengelolaan lingkungan yang memadukan pendekatan ekologis, sosial dan ekonomi secara seimbang, selaras, sinergis dan berkelanjutan. Maka peningkatan penutupan lahan (Land Cover) di kawasan itu perlu memperhatikan pula nilai pemanfaatannya secara ekonomis bagi masyarakat. Oleh karena itu, pilihan-pilihan alternatife penutupan lahan melalui program RLKT di wilayah Kabupaten Sumedang terutama pada lahan kritis dirancang agar memenuhi persyaratan sebagai berikut : (1) Cocok sesuai dengan kemampuan lahannya, (2) memberikan nilai ekonomis yang tinggi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, (3) mampu menekan dan mengendalikan erosi di bawah ambang batas yang dapat ditoleransi, (4) mampu menyerap emisi kendaraan bermotor yang padat di jalur jalan raya, (5) dapat diterima oleh masyarakat, sehingga meningkatkan partisipasi aktif dan sikap kepeduliannya dalam pengelolaan lahan sesuai dengan kaidah-kaidahkonservasi tanah dan air yang benar, dan (6) menciptakan kondisi lingkungan sesuai harapan semua pihak / beragam kelompok masyarakat.

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakan Kegiatan Perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) Jatigede dalam Kegiatan RLKT, Intensifikasi, Diversifikasi dan Ekstensifikasi di Kabupaten Sumedang yaitu sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui kondisi saat ini (existing condition) wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu yang merupakan Daerah Tangkapan Air (DTA) dan Catchment area sekitar Rencana Bendung Waduk Jatigede meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya dan kelembagaan.
2) Menyusun masukan bagi upaya penataan Cactment Area dimaksud di masa mendatang.
3) Menentukan dan melaksanakan treatment yang sesuai dengan karakteristik lahan, baik kaitannya dengan social enginering, technical enginering, civil enginering, maupun management enginering.
Sedangkan tujuan dilaksanakanya program dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Menekan laju erosi di kawasan hutan dan atau lahan kritis di luar kawasan hutan menjadi di bawah ambang toleransi melalui kegiatan dan sesuai dengan karakteristik, kemampuan dan kesesuaian lahannya dalam mendukung kelestarian sumberdaya lahan di wilayah Kabupaten Sumedang.
2) Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam menerapkan prinsip – prinsip kegiatan pengelolaan lahan yang sesuai dengan kaidah konservasi.
3) Memperbaiki dan menigkatkan fungsi lahan menjadi lahan produktif yang berwawasan lingkungan.
4) Meningkatkan daya resapan air di kawasan lahan yang merupakan daya dukung untuk mencegah terjadinya berbagai bencana.
5) Melestarikan potensi keanekaragaman hayati khususnya Kabupaten Sumedang dan Jawa Barat pada umumnya.

1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari program Kegiatan Perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) Jatigede di Kabupaten Sumedang menuju masyarakat yang mandiri dalam upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan melalui optimalisasi sumber daya manusia dan sumber daya alam dalam kegiatan RLKT, intensifikasi, diversifikasi dan ekstensifikasi di Kabupaten Sumedang adalah :
1. Menekan laju sedimentasi, erosi dan aliran permukaan serta mampu meningkatkan produktifitas lahan secara berkelanjutan.
2. Partisipasi aktif masyarakat dalam program ini akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sehingga masyarakat mampu mandiri dalam memenuhi tuntutan kehidupan, maupun mandiri dalam upaya RHL.
3. Kegiatan RLKT dan lainnya akan mendukung kelestarian fungsi Sub DAS Cimanuk, sehingga dapat mengantisipasi erosi, banjir dan kekeringan serta mampu meningkatkan kemampuan dan daya dukung Waduk Jatigede sesuai dengan umur teknis yang diharapkan, meningkatkan ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan.
4. Menumbuhkan pola pengambilan kebijakan secara terpadu antara peerintah daerah dan masyarakat dalam pembangunan daerah berkelanjutan.

1.4 Ruang lingkup
Ruang lingkup Program Kegiatan Perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) Jatigede di Kabupaten Sumedang menuju masyarakat yang mandiri dalam upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini seraca garis besar adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan RLKT yang meliputi kegiatan vegetatif dengan pola jalur sehingga dapat memberikan ruang dalan pengolahan tanah untuk komoditi pertanian, Pembuatan bangunan sivil teknis semi permanen dalam upaya pengendalian erosi dan sedimentasi menjadi yang dapat ditoleransi.
2. Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dibidang wanatani (Agroforestry),kewira
usahaan dan kelembagaan sebagai upaya menuju RHL mandiri yang berwawasan lingkungan.
3. Partisipasi aktif masyarakat secara langsung dalam kegiatan RLKT sebagai upaya peduli pada lingkungan hidup dan berperan aktif dalam menanggulangi kerusakan – kerusakan lahan.
4. Pengembangan atas transparansi, demokratisasi masyarakat yang akhirnya akan tercipta ekonomi kerakyatan/pedesaan

1.5 Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dalam Program Kegiatan Perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) Jatigede di Kabupaten Sumedang menuju masyarakat yang mandiri dalam upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kabupaten Sumedang adalah sebagai berikut:
1. Terbentuknya model RLKT yang dikombinasikan dengan berbagai unit usaha pada unit – unit tertentu secara terpadu dan berkelanjutan.
2. Terbentuknya masyarakat yang mampu mengembangkan keterampilan danpotensinya serta dapat mengelola sumber daya lahan sesuai dengan kaidah konservasi. Melalui tahapan sosial enginering, technical enginering, civil enginering ,maupun management enginering.
3. Terbentuknya kondisi lingkungan di Catchment area Jatigede yang menjamin kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan hidup sebagai upaya dalam mendukung keberlangsungan umur teknis bendungan yang diharapkan.
4. Tercapainya produktifitas lahan dan manfaat ekonomi yang optimal bagi masyarakat Kabupaten Sumedang.
5. Terpeliharanya fungis hidroorologis, ekologis, ekonomi dan social secara sinergis seimbang dan berkelanjutan di areal Catchment area Jatigede yang meliputi 6 Kecamatan.
6. Tumbuhnya partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan lahan yang sesuai dengan kaidah konservasi.
7. Terbentuknya kapasitas kelembagaan yang harmonis antara pemerintah daerah, pemerintah pusat dan masyarakat.
8. Terciptanya ekonomi pedesaan yang tangguh sebagai titik tolak pergerakan ekonomi dan mencegah terjadinya arus urbanisasi di Kabupaten Sumedang

BAB II. DESKRIPSI KONDISI WILAYAHSUB DAS CIMANUK HULU

2.1. Kondisi Biofisik
2.1.1 Letak Kawasan

Sebagaimana diketahui bahwa luas lahan kritis di Kabupaten Sumedang sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Kabupaten Sumedang Tahun 2008 s/d 2013 adalah seluas 10.445,5 Ha.
Letak Sub DAS Cimanuk Hulu secara administratif berada di Kabupaten Garut bagian Utara dan Kabupaten Sumedang bagian Selatan, yang meliputi 34 Kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 353 desa yang mencakup luas kurang lebih 152.982,67. Sedangkan secara administratif yang masuk ke Kabupaten Sumedang meliputi 6 Kecamatan yaitu : Wado, Jatinunggal, Jatigede, Darmaraja, Cibugel dan Cisitu dengan jumlah desa sebanyak 71 Desa.

2.1.2 Keadaan Fisik Kawasan
Sub DAS Cimanuk Hulu memiliki curah hujan yang sedang berkisar antara 1.200-2500 mm/th, jenis tanah dan tingkat erodibilitas tanah menurut klasifikasi Balai Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor terdapat 8 (delapan) jenis tanah yaitu Alluvial (tidak peka), Glei Humus (tidak peka), Litosol dan regosol kelabu (Agak peka), Latosol (Agak peka), Grumosol kelabu (peka), Andosol (peka), Mediteran coklat, Coklat kemerahan (sangat peka) dan Regosol (sangat peka). Hasil analisis GIS menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu didominasi jenis tanah latosol yang tergolong agak peka, apabila dijumlahkan dengan jenis-jenis tanah lainnya yang memiliki kepekaan sama atau lebih tinggi, maka dapat dikatakan sebagian besar memiliki kepekaan terhadap erosi cukup tinggi.
Keadaan topografi cenderung bervariasi mulai dari datar, bergelombang, berbukit dan bergunung dengan ketinggian di atas permukaan laut antara 50 m sampai dengan 2.821 m, sedangkan keadaan hidrologi ditandai dengan adanya aliran Sungai Cimanuk Hulu mempunyai kondisi pengaliran air sepanjang tahun dengan panjang sungai utama dari hulu sampai dengan hilir kurag lebih 84 Km,dengan jumlah anak sungai Cimanuk ada 14 buah yaitu Cimanuk Hulu, Cibodas, Cipeujeuh, Cikamiri, Ciroyom, Cibeureum, Cisangkan, Cipari, Citameng, Cimuara, Cipancar, Cianten, Cicajiur, Cipedes, Cigaruguy dan Cubunilarang.

2.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan penduduk di wilayah Sub-DAS Cimanuk Hulu selama kurun waktu 5 (lima) tahun bertambah cukup pesat dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahunnya sebesar 1,61 %, sebagian besar penduduk memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Kepadatan geografis adalah 1.149 jiwa/km, sedangkan kepadatan agrarisnya adalah 20 jiwa/ha (meningkat 3 jiwa/ha dari periode 5 tahun sebelumnya yaitu 17 jiwa/ha). Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, sehingga dapat dikatakan struktur masyarakat adalah agraris dengan rata-rata pemilikan lahan sebesar 0,28 Ha.

2.1.4 Permasalahan
Beberapa permasalahan yang terkait dengan keberlanjutan pola penanganan lahan kritis antara lain semakin banyak Daerah ALiran Sungai yang kritis karena masih lemahnya lembaga pengelolaan dan peranserta masyarakat dalam konservasi tanah dan air, belum adanya lembaga koordinasi mantap dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air baik di tingkat Nasional, Daerah dan wilayah sungai, belum terbentuknya lembaga dan system pengelolaan jaringan irigasi termasuk penyerahan pengelolaan irigasi kepada kelompok tani pemakai air, masih adanya prasarana dan sarana produksi pertanian dalam kondisi kurang memadai dan rusak akibat tidak efektifnya system operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana produksi pertanian, dan terbatasnya lahan pengembangan pertanian yang produktif dan banyaknya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian akibat pembangunan yang tidak sepenuhnya mengikuti kaidah penataan ruang.

A. Potensi Erosi
Sub-DAS Cimanuk Hulu memiliki potensi erosi yang tinggi terutama pada areal-areal yang termasuk di wilayah bagian hulu. Hasil analisis GIS menunjukkan bahwa di wilayah hulu memiliki laju erosi mencapai 13.119.529,30 ton per tahun. Apabila berat jenis tanah rata-rata 1,44 ton/m maka laju erosi tersebut setara degan 9.110.784,236 m3 per tahun atau rata-rata 5,17 mm/ha/tahun. Wilayah Sub-sub DAS Cimanuk Hulu memiliki laju erosi tahunan rata-rata tertinggi yaitu 2.975.903,68 atau setara dengan 12,12 mm/ha (Tahun 2002 tercatat sebesar 2.939.888,88 ton/ha atau mengalami peningkatan sebesar 35.714 ton). Letak Sub-sub DAS Cimanuk Hulu yang berada di bagian hulu dan dataran tinggi yang didominasi oleh lahan-lahan pertanian terutama hortikultura sangat mendukung terjadinya peningkatan laju erosi per tahunnya. Berdasarkan data di atas dapat dinyatakan bahwa nilai bahaya erosi di Sub DAS Cimanuk Hulu perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang tepat untuk menurunkan laju erosi yang cukup besar. Hardjowigeno (1992) memberikan batasan kriteria bahwa nilai toleransi erosi yang normal hanya sebesar 2,5 – a2,5 ton/ha/tahun. Secara sosial ekonomi keberadaan lahan sebagai media produksi sangat diperlukan di wilayah ini, karena masyarakat umumnya memiliki struktur agraris, dengan demikian sangat diperlukan penanganan dan pengelolaan lahan yang sesuai dengan kemampuanyya dapat secara berkelanjutan sebagai sumber penghidupan bagi petani dan fungsi-fungsi lingkungan melalui pengendalian laju erosi melalui upaya-upaya RLKT.

B. Sedimentasi
Sedimentasi di wilayah Suab-DAS Cimanuk Hulu termasuk tinggi, hal ini ditandai dengan kondisi air sungai yang selalu berwarna coklat keruh yang diduga akibat longsoran dan erosi di bagian hulu dan di sepanjang aliran sungai. Hasil peninjauan lapangan diperoleh gambaran bahwa tingginya sedimentasi di sungai-sungai disebabkan oleh intensitas pengolahan lahan dengan budidaya tanaman semusim yang sangat tinggi, ditambah pula dengan teknik pengolahan tanah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air terutama pada daerah-daerah yang banyak mengembangkan sayuran dan akar wangi di Kabupaten Garut. Hasil pengamatan di lapangan tentang besarnya sedimen rata-rata tahunan Sub Das Cimanuk Hulu hasil laporan Bidang Konservasi dan Tata Air Pusat Penelitian dan Pengembangan Perairan Departemen Pekerjaan Umum (2004) yang dihitung di Kecamatan Wado adalah sebesar 1.178.141 atau 932 ton/km2/tahun dengan konsentrasi rata-rata 770 mg/liter.

BAB III. RENCANA PENANGANAN

3.1. Konsep Dasar
Rusaknya sumberdaya alam di Kabupaten Sumedang pada umumnya dan daerah sekitar genangan Waduk Jatigede pada khususnya terutama disebabkan oleh terjadinya erosi lahan oleh air di daerah Daerah Aliran Sungai.
Besarnya erosi lahan ditentukan oleh banyak sekali faktor yang mempengaruhi antara lain adalah tingginya curah hujan, kemiringan lahan yang curam, jenis tanah yang peka terhadap erosi, keadaan sosial ekonomi masyarakat petani yang tidak mendukung kelestarian lahan dan perencanaan tata ruang yang tidak benar.
Apabila kita tinjau keadaan fisik daerah secara garis besar adalah sebagai berikut :
• Lahan daerah konservasi yang mempunyai kemiringan > 40 % adalah cukup luas
• Lahan tersebut umumnya terletak di luar lokasi kawasan hutan
• Lokasi umumnya berada di elevasi (tinggi tempat dpl) yang lebih tinggi dari umumnya kemiringan di bawah 40%
• Kondisi curah hujan termasuk tinggi dimana makin tinggi elevasinya, maka jumlah curah hujan pun makin tinggi pula
• Keadaan lahan tidak diteras walaupun ada yang diteras kualitasnya buruk/jelek
• Lahan tersebut pernah digunakan untuk tanaman pangan dengan pertanaman campuran
• Kemampuan erosifitas hujan adalah besar terutama pada lahan-lahan yang terletak diketinggian lebih dari 1.300 m dpl.
Program Kegiatan Perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) Jatigede di Kabupaten Sumedang menuju masyarakat yang mandiri melalui Pengembangan Model Usahatani Konservasi Petani Mandiri , jenis kegiatannya meliputi usahatani konservasi yang memadukan berbagai macam usahatani mulai dari pertanian lahan kering, ternak sampai usahatani lainnya dan Pembuatan Bangunan Sivil Teknis dalam upaya pengendalian aliran air permukaan sehingga dapat memaksimalkan umur ekonomis dari bendungan itu sendiri. Adapun target yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut adalah :
• Memperbaiki dan meningkatkan fungsi dan produktivitas lahan
• Menekan laju erosi Daerah Tangkapan Air (DTA)
• Melestarikan potensi keanekaragaman hayati
• Meningkatkan aktivitas masyarakat dalam berusaha tani yang berwawasan lingkungan
• Meningkatkan pendapatan masyarakat.

3.2. Kondisi yang diharapkan
Kondisi yang diharapkan dengan ditanganinya catchment area waduk jatigede dampak keberhasilan pelaksanaan Kegiatan harus mampu menciptakan suatu iklim yang merupakan rencana terintegrasi dari semua SKPD yang sebagaimana visi, misi dan strategi dengan prioritas utama terjadinya pemulihan lingkungan menuju ke arah yang lebih baik atau seimbang dengan tolok ukur keberhasilan diantaranya :
a. Terhadap Alam/Lingkungan dengan terkendalinya laju erosi dan sedimentasi, terehabilitasinya lahan serta konservasi tanah, serta meningkatnya kesuburan dan produktifitas lahan.
b. Terhadap Sumber Daya Manusia dengan tumbuh dan berkembangnya :
- Budaya memelihara lingkungan hidup.
- Budaya kemandirian untuk memobilisasi dana dan sumberdana untuk usaha produktif secara swadaya.
- Meningkatnya pendapatan masyarakat
c. Meningkatnya kemandirian Kelompok Tani yang telah dibina meliputi
- Meningkatnya partisipasi aktif anggota dalam kegiatan berkelompok
- Meningkatnya swadaya dalam melaksanakan kegiatan produktif
- Meningkatnya kemampuan dalam menggali potensi sumberdaya lokal yang dapat dimanfaatkan bagi kegiatan produktif

d. Meningkatnya kerjasama Kelompok dalam hal :
- Meningkatnya kemampuan dalam melaksanakan pemupukan modal bagi keberlanjutan kegiatan kelompok
- Meningkatnya kemampuan dalam pengadaan kebutuhan sarana produksi pertanian, usaha bersama, pemasaran bersama
e. Meningkatnya peranan wanita dalam pembangunan melalui PKK meliputi:
- Meningkatnya motivasi peningkatan peranan wanita dalam pembangunan desa
- Terbinanya keterampilan wanita dalam pemanfaatan kebun pekarangan dan pagar hidup dengan tanaman obat keluarga, tanaman sayuran konsumtif dan tambahan pendapatan keluarga

3.3. Kondisi ideal
Pelaksanaan Kegiatan rencana penanganan cacthment area jatigede di Kabupaten Sumedang harus memberikan dampak yang positif ditinjau dari Aspek Ekologis, Ekonomis, Sosial, dan pada akhirnya melatarbelakangi adanya upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan Sub-DAS Cimanuk Hulu. Disamping itu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola lahan sehingga dapat mendayagunakannya secara lestari dan berkelanjutan serta pendapatan masyarakat meningkat.
a. Aspek Ekologis
Kegiatan Rencana Penanganan Cacthmen Area Waduk Jatigede sebagai salahsatu upaya pemulihan kerusakan lingkungan di wilayah Sub-DAS Cimanuk Hulu harus memberikan kontribusi nyata bagi terciptanya perbaikan lingkungan.
b. Aspek Ekonomi
Selain memiliki dimensi pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan Kegiatan ini juga harus memberikan efek samping ganda (multiplier effect) salahsatunya adalah harus mampu meningkatkan pendapatan, guna mewujudkan kesejahtaraan yang sebenarnya.

c. Aspek Sosial
Kegiatan tersebut juga harus mampu meningkatkan dinamika ekonomi pedesaan yakni mendorong terciptanya sumber mata pencaharian/kesempatan kerja dan memotivasi sumber daya lokal sebagai aset bagi terciptanya ekonomi pedesaan yang lebih baik.

3.4. Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Hulu
1. Penanganan daya rusak air, lahan, dan lingkungan :
a. Menata kembali pola penggunaan ruang (lahan) untuk mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi dan kualitas DAS melalui rehabilitasi hutan dan lahan berbasis masyarakat.
b. Mengkoordinasikan dan mensosialisasikan arahan pemanfaatan ruang kawasan DAS Cimanuk Hulu kepada stake holder dan masyarakat di daerah.
c. Menegakkan konsistensi pengembangan pemanfaatan penggunaan ruang (lahan) sesuai dengan fungsi peruntukkannya/Zonasi.
d. Memberlakukan pola intensif dan disinsentif sebagai alat control perijinan, pengawasan, dan penertiban pemanfaatan lahan, terutama pada kawasan-kawasan fungsi lindung dan resapan air
2. Penghematan terhadap sumberdaya alam yang langka dan memberi nilai kelangkaan terhadap sumberdaya alam yang langka agar diberi prioritas penyelamatan dan perlindungan secara berkesinambungan.
3. Menjaga dan mempertahankan kawasan lindung hutan sebesar minimal 30 % dari luas total DAS/Sub-DAS sesuai dengan kemampuan konservasi lahannya.
4. Memantapkan dan mengoperasionalisasikan RDTR Wilayah Prioritas dengan menyusun Rencana Teknis Tata Ruang Wilayah Perdesaan per Sub-DAS dan catchment area dengan pola Rencana Konservasi Tanah Desa dengan pendekatan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat.
5. Arah pengembangan wilayah dan sistem pusat-pusat kegiatan, lebih diorientasikan pada kegiatan social ekonomi yang berbasis konservasi air dan lahan. Secara Lengkap sebagaimana gambar berikut :

Gambar 1. Fungsi lahan menurut kemampuannya
3.5. Kesesuaian Lahan Pertanian
1. Analisis Biofisik
• Pengumpulan data biofisik pada Daerah Tangkapan Air (DTA) Jatigede di Kabupaten Sumedang wilayah Kabupaten Sumedang yang meliputi :
a. Evaluasi kemampuan lahan
b. Evaluasi kesesuaian lahan
c. Pendugaan erosi aktual
d. Erosi yang dapat ditoleransi
e. Peta tingkat bahaya erosi (TBE)
f. Penggunaan lahan
g. Iklim
• Peta rencana penataan RLKT wilayah Kabupaten Sumedang dengan memperhatikan :
a. Rencana pengembangan wilayah daerah
b. Rencana tata ruang
c. Rencana induk pengembangan daerah, dan
d. Pola RLKT

BAB IV. SASARAN DAN RENCANA KEGIATAN

Sasaran yang diharapkan melalui dampak akibat dibangunnya waduk jatigede ini menjadi tanggungjawab semua komponen baik masyarakat,pemerintah maupun pihak swasta. Pengembangan hasil tersebut memerlukan pemupukan modal pada Kelompok yang merupakan kunci bagi kesinambungan hasil. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Aspek Ekonomi
1. Pembinaan dilakukan sesuai dengan arah pengembangan kelompok dengan biaya dari APBD Kabupaten maupun sumber dana lainnya.
2. Terbangunnya jaringan sistem informasi agribisnis usahatani konservasi (teknologi budidaya, pasar, teknologi pasca panen, sumber permodalan)yang menguntungkan bagi petani
3. Terbentuknya lembaga ekonomi desa yang berbadan hukum dari Kelompok untuk menunjang pengembangan usaha-usaha lainnya
b. Aspek Ekologis
Secara umum kondisi akhir yang diharapkan adalah untuk memperoleh pengaruh ikutan dari kegiatan yang dilaksanakan baik fisik maupun non fisik, sehingga tujuan fungsional tersebut dapat menekan laju pertambahan luas lahan kritis di sekitar cacthment area jatigede. Tujuan secara khusus yaitu meliputi :
1. Meningkatkan retensi air pada daerah tangkapan air Sub-DAS Cimanuk Hulu khususnya Cacthment Area Waduk Jatigede
2. Meningkatkan kualitas lingkungan di Sub-DAS Cimanuk Hulu.
3. Mengoptimalkan sumberdaya alam dan daya dukung lahan Sub-DAS Cimanuk Hulu
4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah

c. Aspek Sosial Dan Sasaran yang Diharapkan
1. Meningkatnya kemampuan masyarakat khususnya kelembagaan masyarakat sasaran dalam menyelenggarakan konservasi tanah dan usahatani lahan kering
2. Meningkatnya kinerja aparat Pemerintah Kabupaten dalam memfasilitasi masyarakat untuk mengelola RLKT
3. Terkendalinya aliran permukaan, erosi dan sedimentasi
4. Meningkatkan retensi air pada Daerah Tangkapan Air (DTA) Sub-DAS Cimanuk Hulu Catchment area Rencana Pembangunan Waduk Jatigede.
5. Meningkatnya daya dukung lahan dan lestarinya sumberdaya alam, melalui usaha konservasi tanah dan usahatani lahan kering
6. Meningkatnya pendapatan petani dan terciptanya lapangan kerja bagi masyarakat setempat melalui pemanfaatan energi alternatif dan pemenuhan kebutuhan pangan baik pada saat pelaksanaan maupun pasca implementasi
7. Meningkatnya kesadaran, keamuan dan kemampuan petani dan masyarakat sasaran lainnya dalam upaya konservasi tanah dan usahatani lahan kering
8. Meningkatnya peran aktif wanita dalam kegiatan konservasi lahan
4.1. Rencana Kegiatan
Degradasi lahan termasuk erosi tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, salinisasi, degradasi sumberdaya air, degradasi dan penggundulan hutan, dan menurunnya biodiversity akan berpengaruh nyata terhadap kesuburan dan kemampuan tanah guna mendukung pertumbuhan tanaman, pasa kondisi iklim dan lingkungan yang sesuai. Untuk mempertahankan produksi tetap lestari, maka cara untuk memelihara atau mempertahankan kesuburan adalah dengan menciptakan penggunaan lahan dalam kondisi ekosistem alami
Tanah sebagai komponen utama usahatani yang harus dipelihara, dimodifikasi bila perlu, sangat mempengaruhi produksi dan penampilan tanaman. Usaha ini dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu :
1. Metode vegetative, menggunakan tanaman sebagai sarana;
2. Metode mekanik, menggunakan tanah, batu dan lainnya sebagai sarana.
Masalah Konservasi Tanah dan Air pada Cacthment area rencana pembangunan waduk jatigede merupakan tugas yang berat bagi semua pihak mengingat potensi lahan kritis yang harus ditangani masih relative luas yang bahkan bertambah setiap tahunnya dan pola pertanian pada kawasan hulu yang tidak memperhatikan kaidah konservasi serta tingkat kesulitan penanganan yang tinggi termasuk dalam upaya perbaikan kehidupan tani di wilayah tersebut menjadi sebuah tantangan dan perlu pemikiran bersama, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keberlanjutan dan usia waduk itu sendiri.
Adapun rencana penanganan Cacthment Area Waduk Jatigede Di Kabupaten Sumedang melalui Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah diupayakan dapat berpengaruh ganda disamping upaya perbaikan lingkungan juga bias meningkatkan pendapatan petani dalam jangka waktu pendek, menengah dan jangka waktu panjang.

4.2. Rencana Operasional
1. Perencanaan Teknis
Penyiapan lahan berdasarkan Model RLKT dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu pembuatan Model Hutan Rakyat, Agroforestry (Wanatani). Model Agroforestry ini akan dilaksanakan dengan mengacu kepada keadaan tofografi wilayah kelerengan lahannya. Berdasarkan peta tofografi wilayah Kebupaten Sumedang, maka terpilih model-model kegiatan Agroforestry sebagai berikut :
(1). Model Ag-1 (Agroforestry Type 1 dengan atau tanpa teras bangku) pada kemiringan lahan > 45 %.
Jenis tanaman yang digunakan dalam model Ag-1 ini sebagai tanaman utama adalah tanaman unggul local yang disesuaikan dengan agroklimat lokasi seperti tanaman kayu dan MPTS (Multi Purpouse Trees Spesies) ditanam sepanjang garis kontur. Sebagai tambahan diantara jenis tanaman tersebut ditanam jenis pisang. Pada tahun pertama dan kedua jenis tanaman jagung dan kacang merah ditanam bersama secara tumpangsari di ruang kosong diantara baris tanaman kayu. Hasil yang diharapakan keadaan vegetasinya untuk lima tahun yang akan datang adalah : vegetasi permanen tanaman kehutanan dan MPTS.
(2). Model Ag-2 (Agroforestry Type 2) untuk areal lahan dengan derajat kemiringan antara 25-45 %. Model Ag-2 diterapkan pada lahan seluas 120 Ha.
Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman kehutanan dan MPTS. Jenis tanaman jagung dan kacang merah bisa ditanam pada tahun tahun ketiga, diantara baris tanaman tahunan.
Keadaan vegetasi yang diharapkan untuk lima tahun yang akan dating merupakan kebun campuran.
(3). Model F-1 (Model Hutan Rakyat Type 1)
Merupakan standar “Model Hutan Rakyat” dengan jenis tanaman kayu kehutanan yang ditanam adalah jati unggul, manglid, maesopsis, suren dan diantara baris tanaman tahunan ditanam jenis tanaman tumpangsari diantara pisang, jagung dan tanaman kacang-kacangan.
Rumput setaria ditanam sepanjang garis kontur dengan jarak tanam 0,5 meter dan berfungsi sebagai tanaman penguat kontur. Areal yang menjadi sasaran penanaman dengan Model F-1 merupakan lahan dengan kemiringan lereng lebih dari 45 %. Pada model ini tidak dilakukan penerapan terasering.
Harapan untuk lima tahun yang akan dating vegetasi yang terjadi merupakan hutan jati, suren, manglid dan maesopsis yang bercampur dengan pisang. Model hutan rakyat ini akan memberikan pendapatan yang kontinyu sebelum tanaman kayu-kayuan dipanen.
Pemeliharaan secara intensif dilakukan terhadap model Agroforestry. Sedangkan model Forestry tidak terlalu memerlukan pemeliharaan yang intensif, hanya pada tahun pertama dan kedua saja, untuk seterusnya dibiarkan secara alami.
(4). Pembangunan Sivil Teknis
Maksud pembangunan sipil teknis adalah sebagai upaya konservasi tanah untuk mengurangi erosi, pengikisan lapisan top soil, sedimentasi, kekeringan dan bahaya banjir.
Adapun kegiatannya adalah sebagai berikut :
- Pembuatan Dam Penahan Erosi
- Pembuatan Gully Plug
(5). Kegiatan Pembuatan Model Aneka Usaha Kehutanan
Kegiatan ini diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan menengah bagi kelompok sasaran melalui Budidaya Jamur dan Lebah Madu.
(6). Pemberdayaan Masyarakat
Target pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut :
- Memperbaiki sikap dan perilaku masyarakat sekitar hutan dalam berusaha yang berwawasan lingkungan.
- Meningkatkan kemampuan masyarakat mengenai langkah-langkah optimal pemeliharaan lingkungan.
- Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam usaha tani di lahan kering.
- Meningkatkan partisipasi masyarakat di dalam usaha tani yang berwawasan lingkungan.
- Meningkatkan aktivitas usaha ekonomi di bidang Wana-agrobisnis.
- Meningkatkan manajerial kelembagaan kelompok tani.
Upaya pemberdayaan masyarakat ditempuh melalui kegiatan :
- Penyuluhan yang meliputi kegiatan : peningkatan perubahan perilaku ke arah yang diinginkan oleh program, terutama perubahan perilaku (sikap, mental, pengetahuan dan keterampilan) dalam melaksanakan kegiatan usaha tani di lahan kering.
- Pelatihan, meliputi bidang agribisnis, Agroforestry, kewirausahaan dan koperasi serta penguatan kemampuan kelembagaan yang terdiri dari kepemimpinan, organisasi dan administrasi.
- Pendapingan mengenai peningkatan penguatan dan kemampuan kelompok dalam melaksanakan keorganisasian secara praktis serta peningkatan partisipasi aktif masyarakat di dalapam berbagai kegaiatan program sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan sampai monitoring dan evaluasi.

2. Monitoring dan Evaluasi
Target dari kegiatan monitoring dan evaluasi adalah program pengembangan pola pemberdayaan masyarakat sekitar hutan terlaksana dengan baik yang diikuti partisipasi aktif masyarakat.
Rincian kegiatan monitoring dan evaluasi adalah sebagai berikut :
- Pelaksanaan dan hasil kegiatan yang meliputi kegiatan vegetative dan sivil teknis.
- Keadaan social ekonomi selama dan pasca program untuk mengetahui dampak program terhadap hasil pelatihan, pendampingan, partisipasi dan pendapatan masyarakat.

4.3. Rencana Tindak Lanjut
Secara keseluruhan Kegiatan ini harus memberikan dampak yang cukup significant bagi perbaikan lingkungan dan aspek ekonomi akan tetapi perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan lanjutan pasca implementasi untuk mengoptimalkan hasil yang diharapkan.
Optimalisasi dimaksud memungkinkan untuk meningkatkan dan memanfaatkan sarana yang sudah dibangun guna program penyelamatan lingkungan dan sumberdaya alam, sehingga kegiatan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa mengalami stagnasi.
Tingkat keberhasilan tanaman secara vegetasi permanen memang baru bias dilihat secara nyata hal ini dikarenakan memerlukan waktu yang cukaup lama untuk menjadikan vegetasi secara.
Seiring dengan program pembangunan dan alih fungsi lahan untuk pemukiman dan pembangunan perumahan dan kegiatan lainnya maka upaya penanganan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah di wilayah Sub-DAS Cimanuk Hulu perlu dilakukan penanganan lebih lanjut, selain semakin berkurangnya ruang terbuka hijau dan bangunan konservasi tanah dan air sebagai sarana bagi menghambat dan menekan laju sedimentasi dan aliran permukaan maka dipandang perlu dilakukan sebuah upaya tindakan nyata penanganan dimaksud.
Selain menjadi Kawasan Hulu yang bermuara ke Waduk Jatigede, Sub-DAS Cimanuk Hulu selayaknya mendapatkan prioritas penanganan dengan unsur-unsur dapat berfungsi sebagai buffer (zona penyangga) sehingga selain sebagai kawasan lindung dan konservasi berfungsi juga sebagai kawasan wisata dan budaya zona hijau yang berwawasan konservasi.
Sebagai langkah awal kegiatan tersebut diharapkan dapat membangun suatu impementasi penanganan yang betul-betul terintegrasi, dengan berpedoman kepada :
- Social enginering meliputi pembinaan dan pelatihan petani petugas dan pemberdayaan masyarakat dari mulai prokondisi, penampingan sampai dengan harapan yang diharapkan.
- Technical enginering, melalui perbaikan kualitas tanaman tahunan dan buah-buahan (penyedia + persemaian dan pembelian bibit)serta pemeliharaan bangunan konservasi melalui tanaman yang mempunyai nilai ganda selain mempunyai fungsi sebagai tanaman konservasi juga sebagai tanaman yang mempuyai manfaat pemenuhan energi alternative dan bahan pangan.
- Civil enginering, dengan pemasyarakatan dan pembuatan infrastruktur pembuatan bangunan konservasi.
- Economic enginering, kegiatan ini diarahkan kepada penguatan modal dan pengembangan wira usaha pada daerah sasaran.
- Management enginering,yang lebih difokuskan kepada penguatan pengelolaan baik dalam rangka RLKT maupun usaha berbasis agro dalam bentuk stimulus/reward terhadap keberhasilan kelompok dalam pengelolaan hutan rakyat/kebun rakyat dan yang lainya.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Secara umum Program Kegiatan Perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) Jatigede di Kabupaten Sumedang menuju masyarakat yang mandiri dalam upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kabupaten Sumedang melalui optimalisasi lahan dengan tahapan sosial enginering, technical enginering, civil enginering ,maupun management enginering. Sebagai objek yang dikelolanya yaitu lahan, bagi kebanyakan petani merupakan satu-satunya yang diandalkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga minat para petani terhadap usahatani konservasi belum optimal karena memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Kalau upaya usahatani konservasi tersebut tidak difasilitasi oleh pemerintah, maka upaya untuk menuju keseimbangan antara aspek ekologi, sosial dan ekonomi dalam menunjang keberhasilan umur ekonomis dari Pembangunan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang sulit diwujudkan, karena keterbatasan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah dalam memfasilitasinya.

5.2. Saran
Secara tertulis bahwa Komitmen Pemerintah Daerah dalam hal ini Kabupaten Sumedang terhadap pembangunan Waduk Jatigede maupun penangangan terhadap Cacthment Area telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan telah menjadi ketetapan sebagaimana dituangkan dalam Perda Nomor 13 Tahun 2008.

BAB VI. PENUTUP

Proposal ini menjadi harapan kami untuk mewujudkannya dalam bentuk kegiatan riil di lapangan, sehingga upaya-upaya konservasi lahan dan sekaligus pengentasan masyarakat miskin di sekitar kawasan hutan bisa terwujud.
Secara umum permasalahan dalam “Program Kegiatan Perlindungan Daerah Tangkapan Air (DTA) Jatigede di Kabupaten Sumedang menuju masyarakat yang mandiri dalam upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kabupaten Sumedang” adalah karena rata-rata kepemilikan lahan para petani relatif sempit dan lahan tersebut bagi kebanyakan petani merupakan satu-satunya yang diandalkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga minat para petani terhadap usahatani konservasi belum optimal karena memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Kalau upaya usahatani konservasi tersebut tidak difasilitasi oleh pemerintah, maka upaya untuk menuju keseimbangan antara aspek ekologi, sosial dan ekonomi di Kabupaten Sumedang sulit diwujudkan, karena keterbatasan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah dalam memfasilitasinya.
Demikian mudah-mudahan proposal ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk bisa direalisasikan dan semoga bisa terwujud







Tidak ada komentar:

Posting Komentar